Friday, April 27, 2012

CFM56-3

Kesempatan ini saya mencoba berbagi pemikiran yang sampai sekarang saya sendiri tidak bisa menemukan jalan keluar terbaik tanpa harus cas cis cus kanan kiri. Seperti yang kita semua ketahui bahwa sebagian besar perusahaan penerbangan di Indonesia ini masih menggunakan jenis pesawat Boeing, Airbus…dll yang tahun produksi pesawat-pesawat antara tahun 1980-2000an, jadi bisa dikatakan pesawat bekas, kecuali jenis Boeing 737-900ER. Dalam artikel ini saya bukan mau membahas tentang pesawatnya tapi masalah jantung dari pesawat pesawat itu yaitu Engine / mesin pesawat. Dalam dunia penerbangan kita ada istilah UnServiceable part dan Serviceable part, UnServiceable part adalah istilah untuk barang /spare part yang mengalami kerusakan baik fisik atau pun masa layak terbang ( timex) Sedangkan Serviceable part adalah istilah untuk barang yang sudah siap pakai / install kedalam system pesawat. Ketika sebuah barang/spare part berstatus UnServiceable part, spare part maka oleh si perusahaan penerbangan ini akan segera di REPAIR ke Repair Shop yang bersertifikan FAA atau EASA. Bahasa Ex-Imp nya spare part ini di Eksport Sementara dalam rangka perbaikan dan akan di Import lagi ke Indonesia setelah menjadi Serviceable, namun status serviceable ini tidak bias menghilangkan kondisi asli dari barang ini yakni Barang Bekas. Oleh karena itu dalam proses importasinya di perlukan perizinan dari Kementerian perdagangan. Dari sedikit cas cis cus diatas kita semua tau bahwa Engine/mesin pesawat adalah bagian dari pesawat terbang yang 1000% saya yakin bisa menjadi UnServiceable part ketika terjadi seperti penjelasan diatas. Kebingungan yang menimpa pikiran saya adalah 1) Ketika Engine pesawat diImport kembali setalah dalam masa repair tidak bisa menghilangkan sifat aslinya yakni ENGINE BEKAS. 2) Sebagian besar Pesawat-Pesawat yang beroperasi di Indonesia bukanlah jenis pesawat yang Brand new / baru, jadi ketika terjadi pembelian sebuah pesawat, semua spare part yang terpasang / menempel di dalam pesawat itu termasuk ENGINE adalah barang BEKAS. 3) Sepengetahuan saya untuk bisa melakukan importasi Barang bekas haruslah seizin Kementerian Perdagangan. 4) Dalam BTKI 2012 ( menurut interpretasi saya ) engine pesawat ini menggunkan pos tariff 8411.12.00.00 – Turbo jet dengan daya dorong melebihi 25kN (knot). 5) Berdasarkan Keputusan Menteri perdagangan no 48/M-DAG/PER/12/2011 Bahwa pos tariff 8411.12.00.00 tidak termasuk dalam daftar barang modal yang bisa di import dalam keadaan bekas. 6) Jadi Berdasarkan keputusan menteri perdagangan itu maka secara otomatis Surat permohonan izin melakukan Import Engine bekas DITOLAK oleh Kementerian perdagangan. Jadi kebingungan yang saya alami adalah bagaimana cara melakukan importasi ENGINE pesawat ini ???? Sedangkan kita semua tau bahwasannya 1) sebuah pesawat tidak bisa terbang tanpa adanya sebuah ENGINE. 2) Harga 1 buah engine pesawat baru antara USD 2jt - 11jt tergantung type 3) Adalah tidak masuk akal bahwa Engine pesawat ini diperlakukan sebagai barang Consumable ( sekali pake Buang ). Penah saya diskusi dengan teman saya yang kebetulan pegawai BC tentang hal ini, jawaban beliau sebagai : 1) Bahwa Pada dasarnya Bea Cukai adalah garda depan yang mengawasi pegerakan barang yang keluar masuk NKRI. 2) Bahwa Bea Cukai hanyalan instansi yang dititipin beberapa peraturan tentang perdagangan intenational dari instansi lain seperti ( Kementrian Pedagangan, Pertahanan, Kesehatan, Kejaksaan … Dll. ) 3) Mengenai masalah Engine tersebut saya disarankan untuk mengajukan permohonan pengecualian ke kemeterian perdagangan. Seketika setelah mendapat saran dari rekan saya itu sejenak saya berfikir “ alhamdulilah akhirnya ada jalan “. Namun setelah saya berdiskusi dengan team, Diingatkan kembali bahwa kita dulu juga pernah mengajukan surat permohonan pengecualian import barang bekas ke kementerian Perdagangan namun hasilnya juga ditolak dengan alasan bahwa semua perizinan mengacu pada peraturan yang ditetapkan oleh menteri tanpa pengecualian yang bertujuan untuk melindungi produsen dalam negeri... Ah jalan buntu lagi .. Tujuannya sih bagus tapi kenapa terus dipukul rata, karena tidak semua barang bisa diproduksi di Indonesia. Sekarang pertanyaan yang bekecambuk dipikiran saya, apa diindonesia ada produsen / repair shop khusus untuk mesin pesawat terbang yang mengantongi sertifikan dari FAA, EASA ????? Kita bisa-bisa melakukan perbaikan dimana aja tapi ketika sebuah pesawat itu mengalami kecelakaan apa pembuat undang-undang itu mau bertanggung jawab, saya rasa tidak. Note : see detail of CFM56-3